Syarat Pertama: Ilmu
Yaitu mengilmui atau mengetahui makna Laa ilaaha illallah dan hakikatnya.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
Maka ketahuilah [wahai Muhammad], bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah [sesembahan yang benar] selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi [dosa] orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal. [QS. Muhammad: 19].
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ، دَخَلَ الْجَنَّةَ
Barang siapa mati sedang dia mengetahui bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah Subhanahu wata’ala, maka ia masuk surga. [HR. Muslim].
Mengikrarkan Laa ilaaha illallah harus dilandasi dengan ilmu, yakni mengetahui makna dan konsekuensi kalimat tersebut.
Makna Laa ilaaha illallah adalah tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Subhanahu wata’ala.
Dan kalimat ini memiliki dua rukun yang tidak bisa dipisahkan:
-
Pertama, adalah [nafyu], yaitu meniadakan segala thaghut [sesembahan], sekutu-sekutu, tandingan-tandingan dan tuhan-tuhan selain Allah Subhanahu wata’ala.
-
Kedua, adalah [itsbat], yaitu menetapkan segala bentuk ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wata’ala.
Ketika seseorang mengucapkan Laa ilaaha illallah hendaknya seraya memahami bahwa ia wajib beribadah hanya kepada Allah, dan tidak memberikan satu pun ibadah kepada selainNya. Ini adalah hakikat agama Islam, karena kata Islam berarti berserah diri hanya kepada Allah Subhanahu wata’ala.
Ikrar Laa ilaaha illallah yang dilandasi dengan ilmu di atas akan mendorong seseorang untuk senantiasa mempersembahkan ibadahnya hanya kepada Allah, berserah diri kepadaNya dengan penuh ketundukan dan ketaatan, serta akan selalu berusaha untuk membuang segala bentuk syirik, dosa, dan maksiat yang akan merusak ikrarnya.